Langsung ke konten utama

Profil Pers Sekolah

Berawal dari obrolan sederhana antara Bapak Ismail Kusmayadi, S.Pd., Bapak Asep Miftahudin, S.Pd. dan siswa kelas XI bahasa saat itu, terbentuklah sebuah komunitas untuk mengagas terbitnya sebuah buletin sekolah. Susunan redaksi terbentuk pada 10 Oktober 2006, dan mengambil nama Selasar untuk buletin ini. Edisi perdana Selasar terbit tanggal 5 November 2006 saat Acara reuni Akbar Alumni SMA 1 Banjaran. 

Selasar berarti serambi, teras, atau beranda tempat orang duduk santai sambil berbincang-bincang atau berdiskusi mengenai berbagai hal. Serambi merupakan bagian rumah yang berada di luar yang lebih terbuka bagi siapa saja untuk melakukan apa saja. Merujuk pada makna itu, buletin Selasar adalah buletin sekolah yang dapat diisi dan dinikmati oleh seluruh siswa dan guru SMA 1 Banjaran. Buletin ini diharapkan menjadi media bagi siswa untuk saling berkomunikasi secara tertulis.

Untuk lebih mengukuhkan eksistensi buletin Selasar dan memperluas kegiatan di bidang jurnalistik dan tulis-menulis, maka dibentuklah ekskul Pers Sekolah SMAN 1 Banjaran. Tujuan utama dari pembentukan pers sekolah dan penerbitan buletin ini adalah untuk mengembangkan potensi dan minat siswa SMA 1 Banjaran  di bidang membaca, menulis, dan jurnalistik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjuangan Mang Yayat : Si “Tahu Baca”

            Tingkat kegemaran membaca di Indonesia masih tergolong rendah. Survei Central Connecticut State University memosisikan Indonesia di urutan 60 dari 61 negara yang disurvei, hanya setingkat di atas Botswana. Kajian ini mengurutkan tingkat literasi negara-negara yang disurvei dengan menggunakan beberapa variabel, seperti hasil PISA, jumlah perpustakaan, sirkulasi surat kabar, sistem pendidikan, dan ketersediaan komputer ( Indeks Aktivitas Literasi Membaca, Puslitjakdikbud, 2019 ) . Pada hakikatnya, tidak ada syarat khusus untuk menjadi seorang penggiat literasi. Siapa pun dengan latar belakang apa pun bisa melakukannya. Hal ini dibuktikan oleh Bapak Rudiat atau yang akrab dipanggil Mang Yayat, si penjual tahu keliling warga Kampung Pasirhuni, Kabupaten Bandung. Istimewanya, ia berjualan tahu dengan membawa sebuah kotak berisi buku-buku yang ia pinjamkan gratis pada masyarakat. Sepeda motor yang digunakan Mang Yayat untuk berjualan tahu sekaligus menebar ‘virus’ membaca ke

Filosofi Panjat Pinang

  Anak-anak ini sedang belajar bahwa untuk meraih kesuksesan harus dilalui dengan kerjasama dan kerja keras, bukan dengan cara licik dan picik. "Dirgahayu Indonesia!" Oleh : Bapak Ismail Kusmayadi

Berbagi Di Tengah Pandemi

Berbagi tidak selalu berkaitan dengan uang, namun berbagi juga bisa dengan mengajarkan ilmu yang bermanfaat. Oleh : Ismail Fauzi